Tosora

Tosora adalah daerah bekas ibukota Kabupaten Wajo pada abad ke 17 yang dapat dijangkau dengan menggunakan transportasi darat terletak di sekitar 16 km dari Kota Sengkang. Lokasi ini di kelilingi 8 buah danau kecil. Terdapat banyak peninggalan sejarah purbakalaan misalnya Makam Raja-raja Wajo, bekas gudang Ammunisi kerajaan ( geddong ) Masjid kuno yang di bangun Tahun 1921, dan Makam yang bernisan Merriam . Selain itu Terdapat juga sumur ( Gumparang), tempat prajurit-prajurit kerajaan di mandikan sebelum ke madan perang.

  1. Mesjid Tua
oke, kita bahas yang mesjid tua dulu ya ...
Dibangun Sekitar Tahun 1621 Menggunakan Putih Telur
Mesjid kuno tosora merupakan mesjid yang dibangun sekitar tahun 1621 oleh Syeckh Jamaluddin Akbar Husain yang diduga oleh penduduk setempat punya hubungan darah dengan para Wali di Jawa
Salah satu peninggalan sejarah dari puluhan peninggalan sejarah  lainnya dikabupaten wajo yang yang masuk dalam cagar budaya menjadi sejarah nasional adalah mesjid kuno yang berada di desa Tosora Kecamatan Majauleng.
Konon, mesjid yang memiliki arsitektur berlanggam indonesia asli itu memiliki denah dasar bujur sangkar tanpa serambi. Kemiripan bangunan mesjid ini merupakan dapat ditemukan pada daerah bekas ibu kota kerajaan islam seperti Palopo, Gowa, Buton, Banten, Jawa, Sumatra, dan Ternate.
Bangunan Dinding mesjid ini dibuat dari susunan batu-batu sedimen tidak sama dan menggunakan perekat semacam kapur  yang dicampur putih telur dan lokasi ini sering dijadikan sebagai lokasi wisata sejarah.
Sementara, Dinding dari mesjid ini mengunakan batu sedimen yang hingga kini belum diketahui tingginya. Atas prakarsa Salewatang Haji Andi Mallanti, telah dibangun dilokasi mesjid kolam untuk air wudhu. Dengan kedalaman 94 samapi 99 centimeter, kolam air Wudhu ini dibangun pada priode belakangan.
Kepada penulis, Kepala Desa Tosora Asri Prasak Mas’ud mengatakan bahwa mesjid ini sangat membutuhkan perhatian khusus karena ini merupakan cagar budaya peninggalan sejarah dimana Tosora sebelumnya adalah pusat ibu kota pada masa penjajahan dan sebelum adanya pemerintah kabupaten, Tosora menjadi pusat kerajaan pada masa batara dan arung matowa.
Lebih lanjut dirinya menceritakan proses pembuatan mesjid tua sesuai ceritra rakyat pada masa dulu dimana katanya mesjid tua itu menggunankan campuran putih telur sebagai bahan perekat dan pada masa itu sekitar dua tahun penduduk tidak bisa kembangkan ternak karena telur ayamnya disumbangkan untuk pembuatan mesjid.
“Dulu sesuai cerita rakyat antara tosora ke paria rumah berjejer rapi dan ketika hujan orang tua kita dahulu bisa sampai kesekolahnya diparia sekitar puluhan kilo tanpa diguyur hujan meski hanya jalan kaki pada tahun 1985 ada ada peneliti yang ingin mengetahui kebenarannya puin demi puin diuji sampai dua bulan baru mereka mendapatkan hasil kebenaran bahan bangunan mesjid,” Jelasnya
Terkait dengan keberadaan cagar budaya itu, dirinya berharap pemerintah bisa memberikan dana pemeliharaan karena mesjid yang dibangun pada tahun 1621 itu sudah mulai memudar sehingga butuh perawatan setidaknya diberikan atap sementara dinding mimbar sudah ditumbuhi pepohonan kalau dicabut dikwatirkan akan merusak keaslian bangunannya.
“Selain itu mesjid ini terkadang masih digunakan oleh pendatag khususnya mereka yang datang dari pulau jawa untuk menggelar pengajian sehingga kami juga harapkan ada perbaikan setidaknya bisa diberikan lantai karena ketika pengunjung dari jawa ini menggelar pengajian, mereka menggunakan alas seadanya,” Pintanya
Selain itu katanya, jika diberikan lantai maka bisa digunakan sebagai tempat pengajian bagi pemuka agama.”ini dimaksud untuk mengenang pada pendahulu kita apalagi akan sangat bermamfaat jika dijadikan sebagai pusat perayaan acara keagamaan,” Cetusnya.

2    Makam Arung Matoa Wajo. Di Tosora beberapa makam arung matoa diantaranya: Makam Lataddampare’ Puangrimaggalatung. Disebut dalam lontara bahwa Lataddampare’ Puangrimaggalatung adalah seorang ahli pikir dijamannya, dia juga seorang Negarawan, ahli strategi perang, ahli dibidang pertanian dan ahli hukum.kejujurannya mejalankan pemerintahan terkenal baik di dalam maupun di luar negeri. Beliau adalah arung matoa wajo ke 4 yang berhasil menjadikan wajo sebagai sebuah kerajaan yang besar dan makmur kira-kira tahun 1498 sampai 1528. Makam seanjutnya adalah Lamungkace Toaddamang, merupakan arung matoa wajo ke 11 putra dari La Cella Ulu Paddanreng Talotenreng, kira-kira 1567 sampai 1607 selanjunya makam Lasalewangeng Tenriruwa beliau merupakan arung matoa Wajo ke 30. Beliau pernah menjadi raja di Limpo atau Negeri Kampiri (arung Kampiri). Lasalewangeng memperkuat persenjataan Wajo dan memprsiapkan peperangan terhadap Bone dan Belanda kira-kira tahun 1715 sampai 1736. Selanjutnya makam Latenrilai’ Tosenggeng, bliau merupakan arung matoa Wajo yang ke 23. Beliau memegang tampuk pemerintahan tari tahn 1658 smpai 1670, beliau pulalah yang menditikan Tosora menjadi ibu Kota kerajaan Wajo.



Situs-situs lainnya
  1. Benteng pertahanan yang dibuat pada masa pemerintahan Latenrilai Tosengngeng. Awal pelaksanaanya setelah diadakan musyawarah antara arung matoa Latenrilai’ dengan penduduk Negeri mengenai rencana penyeragan Belanda terhadap tosora.
  2. Pohon Bajo dan Pohon Asam Lapaddeppa 
  3. Pohon bajo adalah tempat diadakannya perjanjian antara Batara Wajo 1 Latenri Bali dengan Ketiga Paddanreng dan Rakyat Wajo 
  4.   Mushalla Tua Menge
  5.  Bung Paranie (sumur keberanian)
  6. Bung Daowe
  7. Makam Besse Idalatikka, seorang gadis cantik yang sangat ramah dan sopan. Konon dia merupakan gadis tercantik di Kerajaan Wajo pada zamannya.


2 komentar: